Kota & Ingatan (Foto: Dok. Kota & Ingatan)
Jakarta: Kota & Ingatan, kelompok musik asal Yogyakarta ini merekam 10 catatan hiruk pikuk sosial salah satunya dari Kota Gudeg. Ketegangan dalam kurun waktu 2016 hingga 2018 dicatat dari kejadian sosial yang kini terjadi.
Kegiatan setiap sudut kota mulai dari saling sikut, ayat-ayat yang diperjualbelikan di jalanan, kekerasan yang dibungkus ragam nilai moral dan ideologi, saling tumpah tindih hingga banjir informasi tertuang dalam album debut Kurun.
"Nilai-nilai kekerasan itu kemudian ditanam di media sosial, diadaptasi, dan dibungkus dalam jargon agama, pancasila, ideologi kebangsaan, 'merajut persatuan' dan omong kosong lainnya. Omong kosong yang dibuat sedemikian manis agar masyarakat terlelap, mengamini kemudian lupa dan menyesali, pun begitu seterusnya," tutur Aditya Prasanda, pelafal teks Kota & Ingatan menceritakan kelindan isu yang diangkat melalui singel Alur di album Kurun, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id.Album Kurun ikut menyuarakan trauma Orde Baru yang tak pernah bergeser dan kisah warga di kawasan konflik agraria yang selalu terpinggirkan. Ini dimuat dalam lagu Pendar.
Kota & Ingatan juga merefleksikan isu penyelewengan HAM serta penghilangan paksa yang tak kunjung tuntas hingga kini. Curahan ini dapat didengar dalam singel Peluru dan Kurun.
Karya mereka pun tak luput dari marak kasus bunuh diri. Refleksi isu yang kerap terjadi di perkotaan ini diangkat dalam dua nomor lagu bertajuk Elak dan Derit.
Kota & Ingatan aktif berkarya sejak dua tahun lalu. Dalam aksi panggung mereka, Aditya Persanda sebagai pelafal teks ditemani Indradi Yogatama (gitar), Addie Setyawan (bass), Maliq Adam (gitar), dan Aji Prasetyo (drum).
Album Kurun resmi dirilis melalui platform digital mulai 16 November 2018.
(ELG)
No comments:
Post a Comment