Pages

Thursday, December 27, 2018

Review Film Elliot the Littlest Reindeer

loading...

JAKARTA - Natal identik dengan Sinterklas dan juga para rusa kutubnya yang menarik kereta penuh hadiah dari Kutub Utara. Setiap malam Natal, Sinterklas berangkat bersama 8 rusa kutubnya yang selalu setia menemaninya.

Semangat Natal bersama Sinterklas dan rusa kutub inilah yang menjadi bagian inti dari film animasi Elliot the Littlest Reindeer. Namun, di film ini, kisah petualangan Natal ini menjadi sangat berbeda.

Dikisahkan, menjelang Natal, Sinterklas pusing karena salah satu rusa kutubnya, Blitzen, tiba-tiba pensiun. Akibatnya, Sinterklas pun kekurangan satu ekor rusa untuk menarik kereta penuh kadonya. Akhirnya, sayembara untuk mencari pengganti Blitzen pun dibuka. Para peternak rusa kutub pun turut serta dalam sayembara itu. Hanya ada waktu tiga hari untuk menentukan pengganti Blitzen.

Di salah satu peternakan, seekor kuda mini bernama Elliot terobsesi menjadi rusa kutub. Dia pun mengikuti latihan ala rusa kutub, padahal, sejatinya dia disiapkan untuk menggembala kambing. Namun, Elliot tetap berusaha dan mencoba dengan dukungan sahabatnya, Hazel, seekor kambing betina yang suka makan. Peternakan itu hampir bangkrut dan pemiliknya berniat menjualnya kepada seorang wanita Rusia yang terlihat jahat, tapi, sang pemilik tetap ingin rusanya mengikuti sayembara tersebut.

Dari peternakan itu, pemiliknya memilih seekor rusa jantan bernama DJ, yang ternyata anak rusa kutub penarik kereta Sinterklas bernama Doner, untuk mengikuti sayembara itu. Bersama kuda pelatihnya, sang pemilik dan DJ terbang ke Kutub Utara. Namun, mereka tidak tahu kalau Elliot dan Hazel masuk bagasi mobil terbang mereka. Ya, Elliot sangat ingin mengikuti sayembara tersebut. Meski dirinya adalah seekor kuda, tapi, Elliot yakin bisa menuntaskan semua rintangan dalam sayembara itu dan menjadi pengganti Blitzen.

Ide cerita Elliot the Littlest Reindeer ini sederhana tapi mengena. Ini adalah tentang sesuatu yang dianggap muskil tapi dengan keteguhan dan keberanian menjadi sesuatu yang nyata dan bernilai serta menjadi gebrakan. Selain itu, hadirnya teknologi mutakhir tidak serta merta bakal menggantikan sesuatu yang sudah dilakukan secara turun temurun dengan cara yang masih tradisional.

Meski begitu, film sepanjang 1 jam 29 menit ini pada awal-awalnya terasa membosankan. Sebagai film yang menyasar pada anak-anak, dialog-dialognya terasa berat dan sulit dicerna. Selain itu, film ini pun terlalu banyak dialognya. Hampir jarang ada adegan yang sunyi dan sepi, selalu ada obrolan.

Film ini baru memasuki masa yang mengenakkan di menjelang bagian akhir. Dialognya meski terasa masih berat, tapi lebih mudah dicerna. Aksi-aksi yang ditampilkan pun terlihat seru. Kekonyolan-kekonyolan yang muncul juga bisa membangkitkan rasa geli Anda waktu menontonnya.

Elliot the Littlest Reindeer akan hadir di bioskop kesayangan Anda pada akhir bulan ini. Selamat menyaksikan!

(alv)

Let's block ads! (Why?)

https://lifestyle.sindonews.com/read/1366091/165/review-film-elliot-the-littlest-reindeer-1545894282

No comments:

Post a Comment