loading...
Umar Hadi selalu menggalakkan pentingnya promosi budaya ketika dia bertugas menjadi duta besar di negara-negara sahabat. Lantas seperti apa pandangannya mengenai pentingnya mempromosikan budaya tradisional Indonesia dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral antar kedua negara, yakni Indonesia dan Korea Selatan. Berikut petikan wawancaranya bersama SINDO, Selasa (20/3).
Baca Juga:
Apa latar belakang bapak men-support karya anak bangsa seperti Livi Zheng?
Pertama, saya diplomat sering ditugaskan di pos-pos negara lain. Pengalaman selama 25 tahun ini saya menemui bahwa anak Indonesia yang tinggal di negara manapun talentanya luar biasa, jadi saya merasa tugas saya untuk mendukung anak-anak muda ini. Kebetulan dulu ketika saya ditugaskan sebagai konsul jenderal di Los Angeles yang identik dengan Hollywood berarti di sini juga banyak talenta anak Indonesia yang di sana bukan yang datang dan pergi namun menetap disana untuk menggeluti dunia itu.
Selain Livi; ada Tania Gunadi, dia artis film Disney, dia sudah lama dan dikenal atau pemusik, kameramen, dekorator set film. Tentu di Indonesia mereka enggak keliatan, jadi saya selalu membuka pintu mahasiswa, profesional yang mau sharing. Satu hari KBRI ada acara membuat pertunjukan gamelan Bali di teater LA, karena tahu talenta dia bikin dokumentasi video dari pertunjukan ini supaya bagus, selesai pertunjukan dia bilang kita bikin film saja sekalian terus ada ide jadi film.
Menurut saya, diplomat seperti saya ini tidak pernah pilih kasih siapa saja mereka punya talenta pasti didukung sekarang di Korsel support mahasiswa yang membuat start-up di sana saya bantu ide, support kita bangga orang Indonesia di bidang apapun talentanya semua hebat tinggal masalah dukungan.
Seberapa besar dampak peran dari diaspora seperti Livi Zheng mampu mengharumkan nama Indonesia agar semakin dikenal?
Pasti besar sekali dampak langsung atau tidak, mereka membawa nama harum Indonesia dari perilaku tutur kata, tabiat dan kalau saya di mana-mana rata-rata punya anak buah Indonesia baik kalau yang punya bos Indo juga baik. Kita itu bangsa yang mudah beradaptasi di mana-mana, seharusnya bisa diterima di mana-mana dan ini sudah saya buktikan di beberapa negara saya pernah bertugas.
Di LA, ada eksekutif produser film ini juga Julia Gouw, itu seorang bankir sangat disegani orang Indonesia semakin lama semakin banyak diaspora atau orang Indonesia yang tinggal hidup kerja di negara lain memang harus dipandang sebagai aset bangsa bukan sebagai masalah.
Di Korea Selatan tempat saya bertugas kan ada 40 ribu orang Indonesia, 36 ribu itu pekerja migran, anak-anak muda kerja di pabrik tetapi ada dua grup Reog Ponorogo, satu di Hansan dan Daegu, mereka suka main di festival lokal Korea. Pertunjukan Reog semua orang kagum, pertunjukan kuda lumping atau Jathilan ada dua grup, orkes dangdut ada empat kita. Mereka kerja, Sabtu-Minggu latihan di KBRI, dan bikin festival band di sana, peserta sudah banyak.
Itu ciri khas orang Indonesia yang juga ingin ditampilkan dalam film "Bali: Beats of Paradise" bahwa orang Indonesia berkesenian, atau berkreasi secara kebudayaan, itu sesuatu bagian dalam kehidupan sehari-hari. Paling enggak secara tradisional kalau di kota besar sudah luntur, kalau pergi ke Bali orang biasa habis sarapan orang nari-nari dulu baru berangkat sekolah. Di Garut, masih melekat main kecapi suling bukan sesuatu bagian ritual hidup sehari-hari. Semua kantor, kampus ada grup band atau kesenian.
Itu yang membedakan kita, dan harus tunjukkan Indonesia kaya karena keberagamannya budaya. Buat saya, medium film jadi sarana medium bagus untuk ungkapkan kekayaan keberagaman kita itu.
Di manapun orang Indonesia berada pasti akan selalu tunjukan. Ketika di Los Angeles, California selatan orang Indonesia banyak, ada 60 ribuan lebih dari berbagai macam suku bangsa dan latar belakang agama, budaya, daerah, jadi waktu itu khususkan membuka kantor konsulat semua perayaan hari besar agama boleh dilakukan di konsulat, seperti Idul fitri, Kuningan, Galungan, Waisak sampai Natalan. Justru kekayaan Indonesia di situ.
Hubungan Indonesia dan Korea Selatan terbilang sangat harmonis, bapak ada rencana untuk lebih menggiatkan lagi keberagaman Indonesia di Korea Selatan?
Nomor satu, saya selalu dukung inisiatif aktivitas warga Indonesia di Korea dalam mempromosikan budaya Indonesia mulai Reog Ponorogo, orkes dangdut, semua saya dukung termasuk mahasiswa Indonesia yang kuliah di salah satu universitas ternama di Busan, setiap tahun bikin pertunjukan tradisional. Tahun lalu, Bawang Merah Bawang Putih bentuknya kayak sendratari.
Lalukedua, Kedutaan Besar di Seoul saya jadikan seperti rumah budaya, jadi hari Sabtu buka seharian ada yang latihan menari, gamelan, band atau bikin kegiatan apa saja di KBRI silakan saja.
Ketiga, kalau tahun ini agak khsusus karena kita ingin buat festival Indonesia, itu mungkin bulan September, festival meriah tapi enggak mahal karena pengen menampilkan talenta yang sudah ada di Korea. Mereka semua tampil satu hari sudah keisi semua pertunjukan. Jadi tinggal dibuat terbuka, orang Korea bisa ikut melihat, enggak perlu datangin artis Indonesia sudah bagus kualitasnya, yang Reog itu kayak di Ponorogo karena pemainnya dari daerah sana semua yang main.
Keempat, saya selalu memanfaatkan momen-momen kultural keagamaan seperti Idul Fitri setahun jadikan open house di KBRI dan kita bikin panggung anak-anak nari main gamelan, penonton siapa saja boleh masuk, ramai terus bisa sampe 3.000-an orang, termasuk perayaan Natal bersama saya jadikan sebagai kesempatan untuk menunjukan kekayaan budaya Indonesia yang lain biasa wawancara tv di Korea, sudah beberapa kali di Arirang nyanyi kenalkan batik.
Saya dan Livi Zheng akan bawa film "Bali: Beats of Paradise" ini di Korea, karena pengin sekali kenalkan salah satu budaya Indonesia di Korea, karena masa kita saja yang tahu K-Pop, orang Korea juga mesti tahu budaya Indonesia. Kebetulan film ini materinya cocok, jadi rencana 31 Maret adakan gala premier dan film ini juga akan diputar di bioskop Korea pada April, baru Juli dibawa ke Indonesia.
Anda dianugerahi penghargaan 2018 Best Ambassador Award. Ini jelas sangat membanggakan. Bisa dijelaskan sehingga dapat penghargaan ini?
Syukur Alhamdulillah, kerja keras tim KBRI Seoul dalam memajukan hubungan bilateral antara Indonesia dan Korsel mendapat pengakuan dari masyarakat Korsel. Penghargaan tersebut merupakan ajang tahunan bertajuk Korea First, World Best Award yang dimotori sekelompok ormas dan media massa Korsel untuk memajukan hubungan Korsel dengan dunia internasional.
Piagam penghargaan yang kami terima menyebutkan upaya KBRI Seoul dalam pemberdayaan para TKI di Korsel serta kampanye kesehatan dan keselamatan kerja untuk para TKI merupakan dua hal yang sangat dihargai. Pernyataan-pernyataan Dubes RI Seoul di media massa Korsel, yang secara konsisten menegaskan pentingnya dialog dalam mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea yang bebas senjata nuklir, juga sangat dihargai.
Penghargaan ini menuntut jajaran KBRI Seoul meningkatkan kinerja. Apa saja yang akan dilakukan?
Kami bekerja dengan pedoman yang jelas. Menjalankan misi memajukan hubungan bilateral RI-Korsel dalam kerangka implementasi program pemerintah, Nawacita. Pada Mei 2017 terjadi pergantian pemerintahan di Korsel, yang berdampak pada perubahan kebijakan negara.
Terdapat dua perubahan yang relevan bagi hubungan RI-Korsel. Pertama, pendekatan terhadap Korea Utara menjadi lebih mengedepankan dialog. Kedua, kebijakan new southern policy yang diarahkan pada peningkatan hubungan antara Korsel dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Apa ekspektasi bapak dengan berbagai rekam jejak diaspora yang membanggakan Indonesia?
Ekspektasi saya punya pandangan mengharumkan nama bangsa bisa di mana saja dan dalam profesi apa saja. Selama kita bersungguh-sungguh dan menjaga integritas serta menjaga karakter dasar sebagai orang Indonesia, saya kira peluang kita untuk maju luar biasa besar.
Kenapa saya katakan karakter kita sebagai orang Indonesia, karena beda contoh, orang Indonesia dikasih tugas pasti dikerjakan secara sungguh-sungguh, enggak pernah mengeluh atau protes duluan. Itu karakter dasar orang Indonesia, terus kalau tidak suka dengan sesuatu tidak dengan cara konfrontatif, namun menyampaikan dengan cara yang lebih halus dari kebanyakan orang lain. Tapi semangat kita enggak kalah kalau berkompetisi dengan anak negara lain, bisa juga enggak kalah dari apanya yang dikatakan jam karet atau enggak disiplin enggak tuh, karena di pabrik Korea, anak Indonesia rajin dan tepat waktu, di sini malah kebanyakan kerja jadi sakit.
TKI di Korea Selatan lembur untuk dapat tabungan atau hasil lebih banyak, Sabtu-Minggu kerja, sampai bilang kampanye kesehatan kita kirim tim dokter. Kalau dibilang anak-anak Indonesia enggak displin ya enggak belajar cepat, banyak yang menilai senang anak Indonesia.
Di sana disiapkan asrama, dikasih kamar satu, disediakan kamar sholat, karena rajin sholat dan juga terbukti di Korea Selatan sekarang ada sekitar 58 mushala dan masjid yang didirikan anak-anak kita. Itu pernah buat google maps di mana masjid yang ada di Korea, termasuk yang Kristiani. Itulah karakter bangsa kita relijius solider.
Kumpul sama yang sekampung dari Cirebon Indramayu, kalau anak Lombok, Ponorogo enggak apa-apa bagus mempererat tali persaudaraan. Jadi saya sangat optimistis bahwa kita ini orang Indonesia apapun latar belakang suku bangsa kita ketika berkompetisi di tempat atau negara lain kita semua umumnya pemenang. Saya enggak pernah merasa kecil hati tinggal terus menerus membangun kebanggaan sebagai orang Indonesia terhadap negara dan bangsa enggak lama lagi akan hebat.
Daftar Riwayat Hidup Umar Hadi
Nama:Drs Umar Hadi MA
Tempat, Tanggal Lahir:Bogor, 11 Februari 1968
Istri:Siti Nila Purnama Hadi
Anak:Ratna Aini Hadi
Pendidikan:
Sarjana Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran
Magister Hubungan Internasional di Fletcher Shool Of Law and Diplomacy, AS
Spesialisasi Multilateral di Graduate Institute Of Internasional and Development Studies, Swiss
Karier:
Staf Badan Pelaksana Ketua Gerakan Non Blok (1992-1995)
Staf Bidang Politik PTRI Jenewa (1996-2001)
Kepala Bagian Informasi dan Media, Kemenlu (2001-2005)
Direktur Diplomasi Publik, Kemenlu (2005-2009)
Dewan Penasehat Institute For Peace an Democracy (2008-sekarang)
Wakil Duta Besar di KBRI Den Haag, Belanda (2009-2012)
Direktur Eropa Barat, kemenlu (2012-2014)
Konsul Jendral RI di Los Angeles, AS (2014-2017)
Duta Besar RI untuk Korea Selatan (2017-sekarang)
Penghargaan
2018 Best Ambassador Award oleh Pmenerintah Republik Korea Selatan
2018 Entrepreneurial Diplomat of Indonesia Award 2019 dari Indonesian Council for Small Business (ICSB)
(nug)
No comments:
Post a Comment