Pages

Sunday, July 7, 2019

Review Film Child's Play

loading...

Sebelum Annabelle menjadi simbol boneka setan terkondang sejagat seperti sekarang, di era 1980an—1990an, sudah ada Chucky. Berbeda dengan Annabelle, Chucky adalah boneka yang bisa bicara, berjalan dan bahkan melakukan pembunuhan. Bedanya lagi, jika Annebelle bergenre horor, maka Chucky bergenre slasher alias film berdarah-darah. Namun, kedunya memiliki persamaan, yaitu sama-sama boneka peneror manusia.

Ketika Child’s Play original tayang pada 1988, Chucky langsung menjadi fenomena. Boneka cowok ini pun tak lagi diannggap boneka imut, tapi boneka berbahaya yang hobi membunuh. Child’s Play telah dibuat trilogi dan Chucky membintangi sejumlah film lagi di era 90an hingga 2000an awal.

Kini, di tengah maraknya reboot dan remake di Hollywood, kisah Chucky kembali diangkat ke layar lebar. Child’s Play buatan 2019 ini mencoba memunculkan kembali cerita asli Chucky dengan versi yang lebih modern. Nama karakter di film ini pun banyak yang tidak berubah, seperti Andy Barclay (Gabriel Bateman) dan ibunya, Karen (Aubrey Plaza), serta Detektif Mike. Bedanya, Detektif Mike di sini berkulit hitam.

Baca Juga:

Di Child’s Play 2019, kisah bermula ketika sebuah perusahaan teknologi informasi membuat boneka yang bisa melakukan apa pun di rumah. Dengan disambungkan ke smartphone, boneka ini bisa mengingat apa pun perintah yang sudah dimasukkan kepadanya. Namun, tidak semua boneka itu lolos uji kualitas. Ada yang cacat produksi karena pembuatnya marah pada boneka tersebut. Akibatnya pun fatal.

Boneka cacat produksi itu kemudian dijual di sebuah toko di Amerika. Pembelinya yang tidak puas, mengembalikannya ke Zed Mart, toko yang menjualnya. Karen yang menerima boneka retur itu kemudian memintanya untuk diberikan kepada anaknya, Andy, sebagai hadiah ulang tahun. Andy pun sangat senang menerima pemberian ibunya.

Namun, Andy tidak menyadari jika ada yang salah dengan boneka tersebut. Alih-alih menjadi teman baiknya, boneka yang menyebut dirinya Chucky itu berusaha menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya menghalangi hubungan pertemanannya dengan Andy. Andy pun menyadarinya dan berusaha mencegah Chucky sebelum hal lebih buruk terjadi.

Dibandingkan dengan versi aslinya, Child’s Play baru besutan Lars Klevberg ini jauh lebih ringan dan tidak sekasar aslinya. Tidak banyak adegan berdarah-darah yang kejam di film ini. Plotnya pun berjalan pelan karena pengenalan tokohnya yang terlalu lama.

Selain itu, tidak ada hal gaib terjadi pada Chucky sehingga dia bisa sejahat itu. Dia jadi jahat karena pembuatnya yang kesal melakukan banyak pelanggaran produksi. Sementara di kisah aslinya, Chucky menjadi jahat setelah seorang penjahat yang sekarat membuat ikrar untuk balas dendam bahkan setelah kematiannya di dekat boneka tersebut. Petir menyambar dan jadilah Chucky si boneka jahat.

Di sisi lain, plotnya pun terlalu dangkal. Cerita ikatan tentang Andy dan ibunya, Karen, pun hanya berjalan seperti dongeng. Tidak ada chemistry di antara keduanya. Padahal, mereka adalah fokus di film ini. Sementara, penampilan Chucky juga jauh lebih ‘ramah’ ketimbang aslinya. Chucky asli berwajah seram, sedangkan Chucky masa sekarang berwajah lebih ramah dan tidak terlalu menyeramkan jika dilihat.

Meski begitu, cerita Chucky yang ringan membuatnya jadi lebih enak ditonton. Tidak perlu ada jeritan-jeritan karena sesungguhnya tidak ada hal yang menegangkan di film ini. Bahkan, kadang ada rasa kasihan pada Chucky yang sepertinya ingin merasakan bahwa dirinya memang diinginkan, bukan dibuang.

Child’s Play menawarkan tontonan untuk menyegarkan kenangan atas film yang pernah hits di eranya. Namun, plotnya yang dangkal, pelan dan adegan slasher yang kurang menegangkan membuatnya jadi datar.

Child’s Play sudah bisa disaksikan di bioskop kesayangan Anda. Selamat menyaksikan!

(alv)

Let's block ads! (Why?)

https://lifestyle.sindonews.com/read/1418094/165/review-film-childs-play-1562489377

No comments:

Post a Comment