loading...
Kehadiran Prophets of Rage di festival ini memang sangat dinantikan para penggemarnya. Sorak sorai penonton langsung terdengar sebelum para punggawa band asal Amerika Serikat itu naik panggung. Suara sorakan pun kian bergemuruh begitu basis band ini, Tim Commerford, tampil di atas panggung. DJ Lord dari Public Enemy pun langsung membuka penampilan itu dengan aksinya yang memukau.
Lagu Testify milik Rage Against the Machine (RATM) pun membakar semangat para penonton. Menyusul kemudian Unfuck the World, Guerilla Radio, Hail to the Chief, Know Your Enemy, Heart Afire hingga Take The Power Back yang membuat para penonton bersorak dan berjingkrak. Tak lupa, mereka mengepalkan tangan ke atas, yang menjadi logo Prophets of Rage.
Baca Juga:
Warna Indonesia kental terdengar di penampilan Prophets of Rage ini. Sang gitaris, Tom Morello, tampil dengan topi berwarna bertuliskan Make Indonesia Rage Again dengan kemeja beremblem burung Garuda di bagian dada. Sementara, rapper B-Real mengenakan kifayeh berwarna putih hitam.
"Hei Indonesia! Mari kita semua melawan kembali ketidakadilan!" seru Real B yang turut membakar semangat penonton yang hadir.
Lagu klasik Jump Around milik House of Pain yang dilantunkan B-Real dan kawan-kawannya membuat para penonton berjingkrak-jingkrak penuh semangat. Suasana semakin panas dengan aksi moshing yang dilakukan para penonton. Mereka pun kian terbakar untuk bergerak ketika Sleep Now on Fire dinyanyikan.
“Terima kasih telah membuat kami merasa sangat disambut," ujar Tom.
Tak hanya mengajak penonton berjingkrak, Prophets of Rage juga mengajak mereka untuk memberikan penghormatan untuk mendiang vokalis Audioslave dan Soundgarden, Chris Cornell. Chris meninggal dunia pada 2017 lalu karena bunuh diri. Tom kemudian mengajak para penonton untuk bernyanyi bersama lewat lagu Cochise.
Selepas memberikan penghormatan untuk Chris, Prophets of Rage kembali membakar penonton dengan sejumlah lagu bernama perlawanan. Bullet in the Head, Living on the 110, How I Could Just Kill A Man, Bulls on Parade, dan Fight the Power berhasil menggelorakan Ecovention, Ecopark, Ancol.
Tiba di lagu penutup, Killing in the Name, semangat penonton belum redup. Mereka masih terbakar untuk tetap bernyanyi dan berjingkrak. Tom pun sudah melepas gitar untuk siap pamit. Namun, teriakan penonton yang ingin agar Prophets of Rage tetap tinggal di panggung, membuat Tom kembali menyandangkan gitarnya.
“OK, one more song,” kata Tom. Pada akhirnya, Bombtrack benar-benar menutup penampilan mereka malam itu sekaligus memungkasi Hodgepodge Superfest 2019.
Kritik sosial juga dihadirkan oleh musisi Marcello Tahitoe di hari kedua Hodgepodge Superfest 2019 tersebut. Dia yang tampil malam itu mengenakan kaos hitam dan celana robek-robek Marcello muncul dari balik panggung. Kekasih Aurelie Moeremans itu menyuguhkan lagu yang kental dengan kritik sosial sejak awal penampilan seperti Munafik dan Negeri Ilusi. Dia kemudian membawakan lagu Antistatis.
Hari kedua Hodgepodge Superfest 2019 juga menghadirkan sederet penyanyi muda bertalenta. Salah satunya penyanyi multitalenta Ahmad Abdul. Dia mengaku bangga bisa berdiri dan menghibur para penikmat musik di Hodgepodge Superfest. Ada enam lagu yang dibawakan penyanyi jebolan Indonesian Idol ini selama satu jam berada di panggung Hodgepodge Festival. Di antaranya dua single-nya sendiri, yakni Coming Home dan Bukan Cintaku.
(alv)
No comments:
Post a Comment