loading...
Lemak dan gula ini menumpuk di dalam lysosome, tempat di mama emzim menjadi aktif sehingga dapat mengganggu fungsi tubuh. Kelainan ini bersifat progresif dan dapat memengaruhi organ seperti hati, limpa otak dan tulang. Fitur klinis yang sering ditemukan termasuk hepatosplenomegaly atau pembengkakan pada limpa dan hati, kelainan bentuk tulang, penurunan perkembangan, kehilangan sensori (pendengaran dan penglihatan) serta bentuk wajah yang khas. Kebanyakan dari kondisi ini terjadi karena kelainan kromosom dan genetika.
Mukopplisakaridosis (MPS) II, penyakit genetika yang disebabkan karena tidak adanya enzim iduronate sulfotase yang memiliki peran penting untuk memecahkan mucopolysaccharides (rangkaian molekul gula yang berfungsi untuk menyambungkan jaringan luka pada tubuh) dermatan dan heparan sulfate. Oleh karena itu, dua material ini tetap berada dalam sel darah sehingga menyebabkan kerusakan yang berkelanjutan. MPS II terjadi pada 1 dari 100.000 orang di mana 1 dari 170.000 berjenis kelamin laki-laki dan umumnya diderita oleh lali-laki. Meski demikian, jika ibu merupakan carrier, maka ada kemungkinan sekitar 50% anak laki-lakinya akan terlahir dengan penyakit ini.
Baca Juga:
Hal ini berlaku pula jika carriernya adalah saudara perempuan atau saudara kandung ibu yang perempuan. Pada bayi, gejalanya tidak terlihat dengan jelas, namun dengan semakin rusaknya sel maka gejala akan semakin terlihat. Gejala yang umumnya terjadi adalah kegagalan dari perkembanagn beberapa organ tubuh, bentuk wajah yang khas dan ketidaknormalan pada kerangka tubuh. Penyakit ini dapat diatasi dengan terapi enzim berupa enzyme replacement therapy (ERT) menggunakan intravenous solution (IV) untuk menggantikan enzim yang kurang ataupun hilang di tubuh. Terapi ini akan membantu memperlambat berkuranhnya enzim di dalam tubuh.
Penyakit langka lainnya adalah gaucher disease yang merupakan penyakit keturunan dan dapat menyerang pria atau wanita yang disebabkan oleh kurangnga enzim acid-B glucosidase pada tubuh yang berfungsi untuk memecah substansi lemak pada tubuh yang dikenal dengan glucosylceramide. Ketika tubuh tidak menghasilkan jumlah enzim yang cukup, maka GL-1 akan menumpuk pada bagian sel yang bernama lysosomes. Proses ini akan membuat sel menjadi semakin besar. Sel besar inilah yang disebut dengan sel gaucher yang ditemukan di beberapa bagian tubuh seperti limpa, hati dan sumsum tulang.
Efek yang terjadi pada setiap orang berbeda-beda. Pada beberapa kasus yang ditemukan, gejala dapat teridentifikasi dari sejak Iahir namun pada beberapa pasien, gejalanya minimal sehingga tidak dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Pada umumnya, perut penderita menjadi besar karena limpa yang membesar. Gejala Iainnya seperti rasa nyeri pada tulang dan sendi, cepat merasa letih, pendarahan atau mudah memar. Penyakit ini dapat memengaruhi kerja hati, paru dan juga otak. Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi enzim dan pemberian obat yang tepat. Ada tiga tipe penyakit gaucher yaitu gaucher tipe 1, 2 dan 3.
Penyakit pompe disebabkan oleh kekurangan atau disfungsi enzim yang disebut asam alfa glukosniase (GAA). Ketika GAA tidak bekerja sebagaimana mestinya, glikogen menumpuk di otot sehingga menyebabkan gejala yang melemahkan. Ada dua kategori utama yaitu IOPD (Infantile Onset Pompe Disease) yang terjadi di bawah usia 1 tahun dan gejalanya melibatkan jantung serta LOPD (Penyakit Pompe Onset Akhir) yang terjadi pada usia 1 sampai lebih dari usia 60 tahun degan tidak ada gejala jantung. Biasanya, dalam serat otot, glikogen tidak ada dan dipecah oleh enzim GAA dalam Iisosom seluler. Namun, pada serat otot yang terkena penyakit pompe, glikogen tidak dapat dipecah oleh enzim GAA, menyebabkan penumpukan di dalam lisosom, mengganggu proses sel yang sehat dan merusak sel otot. Penyakit ini dapat tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun dan penyakit pompe terjadi pada sekitar 1 dari 40.000 orang. Umumnya, penyakit pompe diwarisi secara resesif autosom. Jika hanya satu gen turunan yang terpengaruh, maka anak tersebut akan menjadi pembawa.
Penyakit langka terakhir adalah glucose-galactose malabsorption (GGM), kelainan metabolisme genetik di mana usus kecil tidak mampu mencerna, menyalurkan, dan menyerap glukosa serta galaktosa (monosakarida atau gula sederhana). Di dunia, terdapat 200 kasus GGM di mana dua pertiga dari kasus tersebut terjadi pada perempuan. Glukosa dan galaktosa memiliki struktur kimiawi serupa dan umumnya memiliki enzim pencernaan yang sama. Enzim inilah yang membuat glukosa dan galaktosa dapat masuk ke dalam sel-sel usus kecil untuk selanjutnya diserap dan disalurkan ke sel-sel lain.
Kondisi GGM disebabkan mutasi kromosom 22 sehingga enzim tidak dapat berfungsi secara normal. Pengobatan GGM meliputi eliminasi susu dan produknya karena susu mengandung Iaktosa yang diurai menjadi glukosa dan galaktosa. Gejala GGM dapat terjadi sejak hari pertama bayi Iahir dan menerima asupan Iaktosa dari susu. Gejalanya antara lain diare yang kronis, dehidrasi, dan gagal tumbuh kembang. Diagnosis dan perawatan sejak dini sangatlah penting mengingat kelainan ini dapat mengancam keberlangsungan hidup.
Sementara, kebutuhan asupan gula pada penyandang GGM yang masih bayi umumnya diganti dengan orphan food khusus pengidap GGM. Asupan ini berbentuk susu formula hidroalergenik atau ketogenik, yaitu susu tanpa kandungan glukosa ataupun galaktosa. Susu khusus ini hanya diproduksi setahun sekali.
"Penyakit langka ini 80% penyakit genetik dan jumlahnya itu 8.000 dan setiap tahun nambah 250 tapi di dunia baru ketemu 1 atau 2. Di Indonesia kira-kira penderita penyakit langka 10% dari populasi. Itu data dunia. Penduduk Indonesia 250 juta, kira-kira 25 juta dengan penyakit langka yang sering ditinggali ini. 5% dari pasien ini ternyata ada obatnya dan kalau obat bisa diberikan, anak bisa hidup dengan orang lain dan tidak tahu kalau mereka sakit. Meski pun ada kelainan bukan berati nggak ada harapan. Mereka ada disekitar kita, dan kita harus bantu untuk diagnosis. Setiap tahun bertambah yang diterapi, anak-anak akan bisa hidup seperti kita layaknya," kata Dr. Damayanti saat acara Hari Penyakit Langka Sedunia bersama Sanofi dan Yayasan MPS & Penyakit Langka Indonesia di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
(alv)
No comments:
Post a Comment