Pages

Monday, November 5, 2018

Merasakan Sensasi Huma di Atas Lembah Maderan

loading...

“DUSCHE ist fertig, dusche ist fertig!” Teriakan bahwa kamar mandi sudah siap, menggema di bangunan berdinding batu menjelang senja.  Saya yang sedang menyiapkan sleeping bag, di antara kasur berdebu, berhenti sejenak.

“Kalau sudah begini, bekerja sembilan jam pun oke,” imbuh pemilik teriakan, seorang laki-laki kekar berkebangsaan Polandia. Dia langsung menyeret saya ke sebuah ruangan sempit, yang dibatasi “kelambu”, yang terbuat dari terpal bekas.

“Cobalah, cobalah, kamu belum mandikan,” katanya, setengah memerintah. Air yang mengucur dari shower, terasa hangat. Mandi? Tidaklah yaw. Saya juga baru semalam berada di sini, dan seharian hanya utak-atik kamera, atau menerbangkan drone saja.

Dia, laki laki Polandia itu, sudah sepekan berada di sini. Dan tiap hari harus bekerja memeras keringat. Jika tak mandi, kami seperti tidur bersama unta. Air shower memang hangat, namun di luar dinding itu, suhu sudah melorot ke titik 5 derajat Celsius.

Menjelang malam, bisa makin turun, bahkan minus. Kami memang berada di tempat yang tidak biasa, khususnya ketinggiannya, yakni 2.337 meter di atas permukaan laut (mdpl). Selemparan batu dari bangunan ini, lidah gletser Hufihirn sudah bisa dijamah.

Lelehan air gletser itu membentuk air terjun, lalu jadi sungai kecil, dan akhirnya mengalir deras ke Lembah Maderan, Provinsi Uri. Terakhir akan menuju ke Telaga Lucerne yang tenang di Swiss Tengah.

Jika beruntung, dari tempat ini bisa menyaksikan sekawanan Bartgeier, burung kondor raksasa, yang sayapnya jika dibentangkan mencapai tiga meter. Makan apa burung kondor raksasa ini? Di atas kami cuma dinding batu, kerakal, pasir, salju atau gletser. Rusa, kelinci, tikus, rubah, atau ular? Ah, ular hanya dua macam di Swiss, dan tak akan kerasan hingga di tempat sedingin ini.

“Semuanya, termasuk manusia,” kata pekerja yang lain. “Tapi jika sudah jadi bangkai,” tambahnya. Burung raksasa itu ditangkarkan di kebun binatang Arth Goldau, juga Swiss Tengah, lalu dilepaskan di lembah ini.

Mereka yang biasanya hidup berpasangan akan mengais bangkai binatang yang muncul ketika salju meleleh. Tak hanya dagingnya, tapi juga tulangnya. Saya kerap melihat ke langit jadinya. Dan sesekali terus bergerak agar tidak dikira bangkai.

“Jangan khawatir, burung ini sangat pemalu dengan manusia,” kata yang lain. Ya, kami berada di Lembah Maderan, tepatnya di Hufihutte, Huma Hufi. Bukan untuk melepas lelah, sebagaimana umumnya huma di atas pucuk Alpen, tapi untuk memperbaikinya.

Tepatnya, menyelamatkannya. Letaknya yang jauh dari mana-mana, memaksa orang yang akan ke sini harus berjalan kaki 4,5 jam. Bukan jalan aspal mulus, tapi menanjak dan penuh bebatuan. Musim panas, asal kuat napasnya, sangat nyaman. Berjalan di antara padang rumput, di antara sapi-sapi gemuk Swiss.

Atau menapak jalan berbatu sambil mendengar gemuruh Sungai Maderan dan menatap biru muda air Danau Hueffi. Musim dingin, siap-siap tertimbun longsoran salju. Hanya peski free rider yang biasanya kemari pada musim dingin. Mereka itu siap tertimbun salju, ya biar saja jalan kemari.

15 orang malam itu berada di huma ini. Malamnya tidur berserakan, di atas kasur berdebu dengan sleeping bag membungkusnya. Terdengar ada yang mendengkur, tapi lamalama dengkuran itu lenyap ditelan dingin malam. Siangnya, bekerja keras. Ada yang memasang solar cell , mengecat tembok, atau membetulkan aliran kabel.

Dua emak-emak, yakni Maggie dan Rita, bertugas menyiapkan makanan. Bagaimana kami, terutama alatalat bangunan, dari batu, semen, baut, hingga kaca, bisa mengangkutnya sampai ke tempat jin buang anak ini? “Diangkut helikopter,” kata Ralph Notzli, kepala proyek.

Minimal, imbuh Ralph, tiga kali sepekan ada helikopter yang mendarat di sini. Jika lupa membawa baut, kata Ralph, akan repot. “Jadi semua direncanakan dengan matang,” imbuhnya. Urusanperencanaan, Swisslah pakarnya. Huffihutte, nama humaini, sudahdigadang-gadang akandibongkarsejaktigatahun silam.

Let's block ads! (Why?)

https://lifestyle.sindonews.com/read/1351987/156/merasakan-sensasi-huma-di-atas-lembah-maderan-1541401492

No comments:

Post a Comment