Perempuan punya peranan penting dalam sejarah musik Indonesia. Termasuk dalam ingar-bingar dunia band yang selama ini didominasi kaum pria. Semua bermula dari Dara Puspita, grup musik yang seluruh personelnya perempuan dan berhasil melakukan tur Eropa di hampir 250 titik.
Terbentuk sejak 1964, Dara Puspita sempat memakai nama Nirma Puspita dan Irama Puspita. Nama Dara Puspita kemudian dipatenkan pada 1965 dengan formasi kuartet empat personel perempuan asal Surabaya. Mereka adalah Lies Soetisnowati Adji Rachman (bas), Titiek Adji Rachman (gitar), Susy Nander (drum), dan Ani Kusuma (gitar). Dengan mempertahankan posisi kuartet, Lies AR saat itu harus kembali ke Surabaya melanjutkan studi selama satu bulan digantikan oleh Titiek Hamzah.
Sebulan berselang, Lies AR kembali. Dia mengganti posisi Ani Kusuma. Beberapa sumber mengatakan, sempat ada keributan antara Ani dan Titiek Hamzah saat itu.“Kalau Anda dengar soal (isu) Titiek Hamzah berantem dengan Mbak Ani? Enggak. Mbak Ani mungkin dia tahu (persoalan Lies kembali ke band setelah studi), Mbak Titiek (Adji Rachman) sama Mbak Lies kan adik-kakak. Mungkin beliau (Ani) memutuskan untuk keluar. Dan saya tetap di bass,” kata Titiek Hamzah saat ditemui di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Hengkang dari Dara Puspita bukan berarti karier Ani tamat. Dia kemudian memperkuat band bernama The Beach Girls. Kini, Ani telah meninggal dunia.
Dara Puspita tak semata menjual gimmick cewek rock and roll. Musikalitas grup ini di atas rata-rata. Selain itu, mereka adalah pendobrak zaman. Kala itu, kehidupan sosial permpuan masih dikurung norma ke-Timur-an yang menanggap sikap urakan perempuan di atas pentas adalah hal tabu. Tapi, tidak dengan Dara Puspita.
“Sumpah saya enggak tahu genre-nya apa,” jawab Titiek saat ditanya soal musik yang dia mainkan lebih dari limat dekade lalu.
“Begini ceritanya. Saya adalah yang terbaru di Dara Puspita. Sebelumnya umur 8 tahun saya main band bersama bocah. Saya (genre) jazz, blues dark. Kemudian saya ikut festival. Saya semi band (dan masih) bocah dengan 14 anggota band cewek, gede-gede (besar). Di sana ada Mbak Titiek AR. Mereka nomor 1, saya nomor 2. Kemudian Mbak Titiek ke rumah. ‘Bude, Dek Titiek boleh enggak diajak (main band)?' (awalnya pinangan itu ditolak). Tapi saya waktu itu lebih senang jazz. Ketiga kali beliau meminta saya. Karena saya sedang libur, oke, saya berangkat.”
“I just follow my heart. Mengalir kayak air. Itu 21 April berangkat dengan uang Rp1.000 perak di tangan masing-masing perjanjiannya. Kita berangkat naik kereta api.”
Singkat cerita, Titiek Hamzah bergabung bersama Dara Puspita. Nama mereka kian melambung, tak butuh waktu lama, kemudian Dara Puspita berangkat melakukan tur keliling Eropa pada Juli 1968. Titiek yang sejatinya sejak kecil bermain musik klasik dan jazz dituntut bisa bermain lebih nyentrik di atas panggung bersama Dara Puspita. Titiek Hamzah mendapat beberapa ilmu bermain bass dari senior-seniornya.
“Saya yang tadinya lead guitar saya dipaksa bermain bass guitar. Almarhum Fuad Hassan drummer-nya God Bless mengajarkan saya. Mas Yok (Koes Plus) juga ngajarin saya. Bayangin, nyanyi sambil main bass. Akhirnya gue kayak main melodi, nyanyi. Alhamdulilah bisa,” cerita musisi berusia 69 tahun tersebut.
Titiek yang awalnya "dipinjam" untuk menggantikan posisi Lies AR yang sedang vakum, akhirnya keterusan.
Eropa menghadirkan sejuta pengalaman bagi Dara Puspita. Saat bertandang ke Liverpool, Dara Puspita mendapat julukan The Beatles from Indonesia. Mereka banyak membawakan lagu-lagu The Beatles saat di Eropa. “Dara Puspita atau di sana itu (mereka sebut) Flower Girls. Kami main di Liverpool, (waktu itu kami dielukan) ‘Welcome back home, The Beatles from Indonesia.’ Kami nyanyi lagu-lagu The Beatles. Katanya, kami menyanyi lagu-lagu The Beatles lebih bagus daripada Paul McCartney,” kelakar Titiek.
Nama Flower Girls mereka dapatkan ketika menginjakkan kaki di Hungaria. Saat di sana, personel Dara Puspita sempat berkelakar soal "virgin flower" yang kemudian orang-orang di sana menjuluki grup ini "Flower Girls."
Titiek Hamzah, ditemui usai jumpa pers film Dara Puspita di kantor Falcon Pictures, di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 27 Oktober 2018. (Foto: Medcom.id/Cecylia Rura)
Ditangkap Aparat
Sebelum tur Eropa, sebenarnya Dara Puspita sempat terkena masalah di Indonesia. Pada 1965, ketika Orde Baru masih berkuasa, Dara Puspita jadi salah satu penampil di sebuah pesta yang digelar di rumah Kolonel Koesno, yang terletak di Petamburan, Jakarta Barat.
Koes Plus jadi tamu spesial hari itu. Saat itu Koes Plus membawakan lagu I Saw Her Standing There milik The Beatles. Seperti diketahui, rezim kala itu gerah dengan segala yang hal ke-Barat-barat-an, termasuk lagu-lagu Barat yang tengah menginvansi dunia, termasuk Indonesia. Singkat cerita, Koes Plus ditangkap karena membawakan lagu The Beatles. Dara Puspita sedikit beruntung. Usia mereka yang terlalu muda membuatnya tidak ditangkap, tetapi dikenakan wajib lapor.
“Satu waktu kami mendapatkan manajer, Almarhum Koesno AY. Beliau adalah Angkatan Laut (berpangkat) Laksamana. Kami diberikan kemudahan tempat latihan, dipinjamkan alat-alat, kemudian beliau ingin jadi manajer kami (Dara Puspita). Kami latihan, kemudian kita main untuk beberapa orang kedutaan dengan kuartal nada band-nya Sally Sarjan. Tiba-tiba digerebek oleh Pemuda Rakyat (sayap pemuda Partai Komunis Indonesia) karena kami menyanyikan lagu The Beatles dan Koes Bersaudara masuk penjara, saat itu juga.”
“Kami jam 7 pagi dari rumah kami di Pulo Raya berempat naik bemo ke Pengadilan di Hayam Wuruk. Jam 7 sampai jam 2 (siang) ditanya-tanya. (Kala itu hanya disuguhi) segelas air putih. ‘Kamu nyanyi The Beatles ya?’ Iya pak. (Namanya) Pak Himawan, Pak Harulan. ‘Kenapa kalian nyanyi lagu The Beatles?’ Saya suka pak. Itu guru saya. ‘Enggak boleh ya! (ujar Aparat)’ Batin saya, kita boleh melarang orang jatuh cinta, tapi perasaaan itu enggak bisa dilarang."
Saat menjalani masa wajib lapor, Dara Puspita tak ubah seperti "bulan-bulanan." Mereka dibina dengan cara disuruh membawakan lagu yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh pemerintah. Tak hilang akal, anak-anak Dara Puspita paham kalau para aparat sebenarnya tidak paham betul maksud aturan "larangan membawakan lagu Barat." Para aparat kala itu cuma paham lagu Barat adalah The Beatles.
“Sampai pada suatu saat, sebulan itu, kami disuruh main di Komdak Metro Jaya dengan eks Barata Band menyanyikan lagu-lagu yang dilarang dan tidak dilarang. Oke. Penonton banyak, polisi semua datang. ‘Mainkan lagu yang dilarang! (perintah aparat).' Sesudah selesai, (kami diceramahi) ini lagu yang dilarang. (Kemudian kami) 'Iya pak.' (Aparat) Tepuk tangan. (Kemudian aparat kembali menyuruh) ‘Nyanyikan lagu yang tidak dilarang!'"
“I can't get no satisfaction (menyanyikan penggalan lagu dari The Rolling Stones). ‘Ini lagu The Beatles?’ Bukan pak, The Rolling Stones. 'Oke.' Terus saya nyanyi, Mister Moonlight. 'Ini lagu The Beatles?' Liverpool, pak. 'Oke'. Batin saya, (aparat) goblok,” kata Titiek.
"Berarti mereka-mereka itu disuruh tapi mereka enggak tahu definisinya. Si Buta menuntun Si Lumpuh. Sorry to say, saya enggak bicara tentang pemerintah ya. Tapi begitu ada pesta, kami pulang dari Bangkok (Dara Puspita sempat tampil di Bangkok setelah "dibina" oleh aparat), ke mana-mana kita dibuntuti oleh kejaksaan. Banyak yang ngikut. Begitu tahun baru kita disuruh main di Cibogo mereka dansa. Very interesting but not funny,” cerita Titiek.
Dara Puspita bukan saja pandai bermusik, jiwa seni mereka murni. Mereka adalah simbol perlawanan, juga semangat anak muda dalam berkarya. Mereka tidak bisa dikekang oleh aturan, lebih-lebih yang terkait kreativitas. Alih-alih dibina oleh aparat agar menuruti aturan pemerintah untuk tidak membawakan musik Barat, Dara Puspita justru menyisipkan lagu The Rolling Stones di album debut mereka.
Sampul album debut Dara Puspita, Jang Pertama (Foto: Discogs)
Mari Mari, lagu pembuka di album debut Dara Puspita, Jang Pertama (1966), menyisipkan penggalan kord I Can't Get No (Satisfaction) dari The Rolling Stones sebagai intro.
"Pertama, kami dapat lagu dari Mbak Titiek Puspa. Waktu itu, kami menyanyi bersama Blue Diamonds, sama Titiek Poespa. Beliau menyanyikan lagu Mari Mari. Kemudian, Titiek AR kan orangnya berani malu. ‘Kak Titiek kita boleh enggak minta lagu Mari Mari buat rekaman?’ (kemudian dijawab) 'Oh boleh-boleh,'” kenang Titiek soal pertemuannya dengan Titiek Puspa.
“Kenapa intronya kita bikin Rolling Stones di Lagu Mari-mari? Karena saya mau ngeledek, ngeledek polisi.”
Peristiwa 11 September 1971
Selang berjalan 6 tahun bersama Dara Puspita, Titiek Hamzah akhirnya meminta mundur pada 11 September 1971. Sejatinya sebagai perempuan, ia ingin berumah tangga dan mengurus anak.
“Teman-teman saya masih menawar keputusan saya tanggal 11 September. 11 September saya sudah mengundurkan diri ke Mbak Titiek AR. Tapi, dipikir saya anak kecil yang sedang kesal, padahal enggak. Itu sudah akumulasi. Aduh, saya pengin di belakang studio, saya pengin kawin. Saya pengin di dapur, punya anak-anak. Saya enggak mau memainkan komposisi orang terus,” kata Titiek.
Sebelumnya, Titiek sebagai anak bungsu dikeluarga juga diminta segera pulang oleh ibunda.
“Karena saya anak bungsu, mama bilang, 'Titiek pulang. Enggak boleh (ngeband).' Antara lain yang tidak memperbolehkan saya pulang adalah Dara Puspita sendiri, Almarhum Kampay, Almarhum Om Bing Slamet. Enggak boleh pulang.”
“Saya anggap Dara Puspita berjasa. Tuhan mengantar Dara Puspita untuk saya. Atau saya untuk Dara Puspita. Artinya saya dalam hati saya untuk Dara Puspita.”
Meski ia memilih mundur dan akhirnya memutuskan menikah, Titiek Hamzah masih memiliki impian sebagai pelaku di belakang panggung. “Saya enggak mau main band lagi, tapi saya mau menulis lagu. Itu yang saya cita-citakan.”
Reuni Dara Puspita
Dara Puspita kini dikenang sebagai monumen penting sekaligus menjadi arsip cantik sejarah musik Indonesia.
Lies AR dan Titiek AR kini bermukim di Belanda dan sudah menjadi Warga Negara Asing. Mereka melepas kewarganegaraan setelah menikah. Kabar terakhir, Susy Nander kini bermukim di Perumahan Puri Surya Jaya kawasan Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, tengah sibuk pelayanan di gereja sambil memberikan penghiburan kepada para narapidana.
Satu jawaban yang paling dinanti tentu soal reuni Dara Puspita. Sayang, Titiek pun tidak bisa memberi kepastian akan hal itu.
“Kapan Dara Puspita reuni? Capek dong sudah tua disuruh reuni. Yang paling penting adalah proses perjalanan Dara Puspita itu bahwa untuk menjadi seorang artis, seorang seniman. Seniman itu menyanyikan kehidupan, ini perlu digarisbawahi. Perlu dicatat filosofinya. Seniman menyanyikan kehidupan. Seniman menyuarakan kehidupan, seniman menangisi kehidupan. Sekaligus menyanyikan kehidupan,” tukas Titiek.
Baca juga: Kisah Band Dara Puspita Diangkat ke Layar Lebar
(ASA)
http://hiburan.metrotvnews.com//indis/yNLv8q6k-cerita-tersisa-dari-dara-puspita
No comments:
Post a Comment