Pages

Thursday, March 28, 2019

Infrastruktur Digital Faktor Kunci Merebut Customer Masa Depan

loading...

Daya saing pariwisata Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk segera bertransformasi ke konsep 4.0. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur digital menjadi kunci untuk membuka peluang dan manfaat yang lebih besar dari tren perjalanan wisatawan dunia yang terus tumbuh.

Data Barometer Pariwisata Dunia UNWTO mencatat perjalanan wisatawan internasional tumbuh 6% pada 2018, dengan jumlah 1,4 miliar. Hingga 2030 diproyeksikan angkanya terus meningkat sekitar ratarata 43 juta wisatawan per tahun. Di dunia, pariwisata juga menjadi sektor ekonomi terbesar dengan kontribusi 10,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global.

Selaras dengan itu, konsep 4.0 terus dikembangkan di seluruh dunia karena diyakini dapat memberikan dampak sosial ekonomi yang lebih baik jika paham cara mengelola dan mengembangkannya. Inisiatif industri 4.0, menurut penelitian World Economic Forum (WEF), telah menyentuh semua sektor, termasuk pariwisata.

Baca Juga:

Dari paradigma baru ini lantas berkembang istilah tourism 4.0 yang mengacu pada tren saat ini, yaitu pemanfaatan teknologi digital dan big data untuk menciptakan pengalaman berwisata bagi turis masa kini yang semakin personal, terutama di kalangan milenial. Pada berbagai kesempatan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan bahwa milenial adalah customer masa depan yang sudah ada sekarang.

Maka, diperlukan strategi tepat untuk menjangkau mereka secara optimal. Karakter wisatawan milenial ditandai dengan adanya perubahan perilaku yang cenderung lebih mandiri dan individual serta melek teknologi. Kelompok wisatawan milenial saat ini mendominasi negara-negara sumber wisatawan dunia. Menpar mencontohkan turis milenial China yang dahulu dikenal sebagai “group tourism”, sekarang lebih banyak yang menjadi turis mandiri.

“Sekitar 70% wisatawan mancanegara (wisman) China adalah individual dengan usia 15-23 tahun sebanyak 23%,” ungkapnya. Menpar menyebut program transformasi ke tourism 4.0 ditujukan bagi wisatawan milenial dengan target pertumbuhan berlipat. Dari target 20 juta wisman pada 2019, diproyeksikan separuhnya dari kalangan milenial.

“Sebagai perbandingan, Malaysia dalam program tourism 4.0 menargetkan pertumbuhan empat kali lipat pada 2030,” ungkapnya. Go Digital menjadi salah satu program strategis Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam upaya memenangkan pasar di era industri 4.0. Perubahan perilaku pasar, kata Menpar, lebih lanjut diikuti pula dengan berubahnya perilaku konsumen yang semakin mobile, personal, serta interatif dan ini menjadi sifat dari digital, yakni ‘semakin digital, semakin personal’.

Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajemen Strategis Priyantono Rudito mengatakan, untuk bisa kompetitif, kesiapan digital menjadi persyaratan dasar, termasuk di industri wisata, travel, dan penerbangan. Menurutnya, beberapa negara sudah mulai dengan inisiatif tourism 4.0, di antaranya Malaysia, Portugal, Thailand, Kazakhstan, bahkan Spanyol sudah lebih dulu mengembangkannya sejak 2012.

“Negara yang tidak mengintegrasikan teknologi digital ini untuk meningkatkan konektivitasnya akan tertinggal. Maka, kalau mau membesarkan pariwisata ke depan, kita harus masuk ke tourism 4.0,” ucapnya. Untuk bertransformasi ke tourism 4.0, menurut Priyantono, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu mengupgrade kompetensi SDM, transformasi sistem dan infrastruktur digital, serta Indonesia incorporated, yaitu kerja sama multistakeholder.

Kemenpar saat ini sedang menyiapkan transformasi menuju tourism 4.0 dalam grand strategy. Strategi besar yang dimaksud meliputi Strategic Theme: Wonderful Indonesia Digital Tourism 4.0; Strategic Imperatives for Transforming Tourism HR to Win Global Competition in Industry 4.0; 5 Technology Enabler; 9 Key Initiatives for Discipline Executions; dan Pentahelix Collaboration Approach.

“Kita akan mulai dari SDM dulu. Pasalnya, teknologi enabler semua hadir dan semakin sempurna, tapi tidak akan bisa menjelma menjadi bentuk pariwisata 4.0 yang punya benefit impact kalau kita tidak bisa memformulasinya dalam model bisnis atau inisiatif, dan itu adalah urusan people,” tuturnya. Priyantono menuturkan, dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan digital yang semakin siap maka semakin tinggi potensi ekonomi yang diperoleh dari spending wisatawan yang datang.

Menurutnya, experience wisatawan saat ini menjadi semakin dalam. Tahapan berwisatanya juga tidak lagi sesederhana look, book, dan pay, melainkan ada kesempatan untuk memenetrasi setiap tahapan dengan beragam layanan sehingga menjadi sebuah customer experience yang lebih lengkap.

“Dengan TIK yang semakin siap, kesempatan turis untuk spending makin tinggi. Inilah yang disebut customer experience di era 4.0. Dimulai dari turis itu merencanakan liburan, lalu berlibur, dan pascaliburan, itu menjadi sebuah rantai nilai customer experience journey yang punya potensi. Kalau kita tepat mengembangkannya, akan menghasilkan begitu banyak sumber manfaat ekonomi,” tuturnya.

Menpar menambahkan, banyak negara telah menyiapkan pengembangan tourism 4.0, di antaranya yang paling sukses adalah Spanyol. “Spanyol menjadi benchmarking. Negara ini telah menerapkan pariwisata 4.0 di beberapa destinasi utamanya dengan membangun ekosistem digital mulai dari inspiration, arrival, destination, hingga post trip serbadigital yang mencerminkan era tourism 4.0,” tuturnya.

Pakar Marketing Yuswohady berpendapat, negara-negara luar telah mampu mengakomodasi keinginan wisman, baik dari sisi infrastruktur maupun SDM. Sementara di Indonesia baru beranjak peremajaan SDM, belum secara optimal membangun infrastruktur. “Memang membangun infrastruktur tidak mudah karena membangun artificial intelligence tidak murah. Butuh strategi dan jenjangnya memang cukup lama,” ucapnya.

Menurutnya, saat ini mayoritas wisatawan di Indonesia telah melek digital, sedangkan infrastrukturnya belum memadai. Padahal, tuntutan saat ini ialah setiap destinasi tidak lagi membutuhkan pemandu, tapi sudah menggunakan teknologi digital.
Maka, tidak ada pilihan lain, sektor pariwisata harus mampu berubah menyesuaikan perkembangan pariwisata global. “Kalau dari sisi market, itu sudah terbentuk karena sudah digital traveller. Bahkan, di Indonesia 50%-nya merupakan millenial traveller, apalagi wisman,” tandasnya.

(don)

Let's block ads! (Why?)

https://lifestyle.sindonews.com/read/1390770/156/infrastruktur-digital-faktor-kunci-merebut-customer-masa-depan-1553749837

No comments:

Post a Comment